PERATURAN DAERAH
KABUPATEN PADANG LAWAS
NOMOR 03 TAHUN 2014
TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI PADANG LAWAS,
Menimbang : a. bahwa wilayah Kabupaten
Padang Lawas memiliki kekayaan yang berasal dari lingkungan hidup berupa sumber
daya alam sebagai modal dasar pembangunan di segala bidang kehidupan;
b. bahwa modal dasar tersebut harus
dilindungi, dipelihara, dilestarikan dan dimanfaatkan secara optimal bagi
kesejahteraan masyarakat Kabupaten Padang Lawas pada khususnya, dan keselarasan
serta keseimbangan manusia dengan lingkungan hidup dan ekosistemnya pada
umumnya;
c.
bahwa terpeliharanya keberlanjutan
fungsi lingkungan hidup merupakan kepentingan masyarakat sehingga menuntut
tanggung jawab, keterbukaan dan peran Pemerintah daerah serta anggota
masyarakat untuk menjaga kualitas lingkungan hidup dan ekosistemnya;
d.
bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, perlu membentuk Peraturan
Daerah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
Mengingat :
1. Pasal 18
ayat (6) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 ;
2.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor
76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
3.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,Kolusi dan
Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
4.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004
tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
5.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
6.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
7.
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembentukan Kabupaten Padang Lawas di Provinsi Sumatera (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4400);
8.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
9.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
10. Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011
tentang
Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
11.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun
1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesi Tahun
1990 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3409);
12.
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara
Republik Indonesi Tahun 1999 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3815);
13.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun
1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3853);
14.
Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun
2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 267, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4068);
15.
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun
2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4153);
16.
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4161);
17.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2007 tentang Pembagian Urusan pemerintah antara pemerintah, Pemerintah Daerah
Propinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737);
18.
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun
2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4833);
19.
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 8458);
20.
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun
2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
21.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2011 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 74,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5230);
22.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
2012 tentang Izin Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5285);
23.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah ( Berita Negara Republik
Indonosia Tahun 2011 Nomor 694);
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILANRAKYATDAERAH PADANG LAWAS
Dan
BUPATI PADANG
LAWAS.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN
DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN DAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang
dimaksud dengan:
1.
Pemerintah Pusat, yang selanjutnya
disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Menteri
adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup;
3.
Daerah
adalah Kabupaten Padang Lawas;
4.
Pemerintahan Daerah adalah
Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Pemerintah
Daerah adalah Bupati, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaran
pemerintah daerah hidup;
6.
Bupati
adalah Bupati Padang Lawas;
7.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang
selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah Kabupaten
Padang Lawas sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah;
8. Badan
Lingkungan Hidup selanjutnya disingkat BLHD adalah Badan Lingkungan Hidup
Daerah Kabupaten Padang Lawas;
9. Pejabat
yang ditunjuk adalah Pejabat yang mendapat pelimpahan kewenangan dengan
Keputusan Bupati Padang Lawas;
10.
Lingkungan hidup adalah kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia
dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan
perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain;
11.
Perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/
atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum;
12.
Pembangunan berkelanjutan adalah
upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan
ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup
serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini
dan generasi masa depan;
13.
Rencana Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat RPPLH adalah perencanaan tertulis
yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan
pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu;
14.
Ekosistem adalah tatanan unsur
lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling
mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas
lingkungan hidup;
15.
Pelestarian fungsi lingkungan hidup
adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup;
16.
Daya dukung lingkungan hidup adalah
kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup
lain, dan keseimbangan antar keduanya;
17.
Daya tampung lingkungan hidup adalah
kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/ atau komponen lain
yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya;
18.
Sumber daya alam adalah unsur
lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan non hayati yang
secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem;
19.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis,
yang selanjutnya disingkat Kajian Lingkungan Hidup Strategis, adalah rangkaian
analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa
prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/ atau kebijakan, rencana, dan/ atau program;
20.
Analisis mengenai dampak lingkungan
hidup, yang selanjutnya disebut AMDAL, adalah kajian mengenai dampak penting
suatu usaha dan/ atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/ atau
kegiatan;
21.
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah
pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/ atau kegiatan yang tidak
berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/ atau kegiatan;
22.
Baku mutu lingkungan hidup adalah
ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau
harus ada dan/ atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu
sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup;
23.
Pencemaran lingkungan hidup adalah
masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/ atau komponen lain ke
dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu
lingkungan hidup yang telah ditetapkan;
24.
Kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan/ atau hayati
lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap
melestarikan fungsinya;
25.
Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan
orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat
fisik, kimia, dan/ atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup;
26.
Kerusakan lingkungan hidup adalah
perubahan langsung dan/ atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/
atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup;
27.
Konservasi sumber daya alam adalah
pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana
serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas nilai serta keanekaragamannya;
28.
Perubahan iklim adalah berubahnya
iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia
sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfir secara global dan selain itu
juga berupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu
yang dapat dibandingkan;
29.
Limbah
adalah sisa suatu usaha dan/ atau kegiatan;
30.
Bahan Berbahaya dan Beracun yang
selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/ atau komponen lain yang
karena sifat, konsentrasi, dan/ atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung,
dapat mencemarkan dan/ atau merusak
lingkungan hidup, dan/ atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta
kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain;
31.
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun,
yang selanjutnya disebut Limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/ atau kegiatan
yang mengandung B3;
32.
Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan
yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan,
pengolahan, dan/ atau penimbunan;
33.
Dumping (pembuangan) adalah kegiatan
membuang, menempatkan, dan/ atau memasukkan limbah dan/ atau bahan dalam
jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke
media lingkungan hidup tertentu;
34.
Sengketa lingkungan hidup adalah
perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang
berpotensi dan/ atau telah berdampak pada lingkungan hidup;
35.
Dampak lingkungan hidup adalah
pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/
atau kegiatan;
36.
Organisasi lingkungan hidup adalah
kelompok orang yang terorganisasi dan terbentuk atas kehendak sendiri yang
tujuan dan kegiatannya berkaitan dengan lingkungan hidup;
37.
Audit lingkungan hidup adalah
evaluasi yang dilakukan untuk menilai ketaatan penanggung jawab usaha dan/ atau
kegiatan terhadap persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan oleh
pemerintah;
38.
Ekoregion adalah wilayah geografis
yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta
pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam
dan lingkungan hidup;
39.
Kearifan lokal adalah nilai-nilai
luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi
dan mengelola lingkungan hidup secara lestari;
40.
Masyarakat hukum adat adalah kelompok
masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu
karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan
lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi,
politik, sosial, dan hukum;
41. Setiap
orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum
maupun yang tidak berbadan hukum;
42.
Instrumen ekonomi lingkungan hidup
adalah seperangkat kebijakan ekonomi untuk mendorong pemerintah, pemerintah
daerah, atau setiap orang ke arah pelestarian fungsi lingkungan hidup;
43. Ancaman
serius adalah ancaman yang berdampak luas terhadap lingkungan hidup dan menimbulkan
keresahan masyarakat;
44.
Izin lingkungan adalah izin yang
diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/ atau kegiatan yang
wajib AMDAL atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/ atau kegiatan;
45.
Izin usaha dan/ atau kegiatan adalah
izin yang diterbitkan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk untuk melakukan
usaha dan/ atau kegiatan.
BAB II
TUGAS DAN
WEWENANG PEMERINTAH DAERAH
Pasal 2
Dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah daerah bertugas dan
berwenang :
a.
menetapkan
kebijakan tingkat Kabupaten;
b.
menetapkan dan melaksanakan Kajian
Lingkungan Hidup Strategis tingkat Kabupaten;
c.
menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah
selanjutnya disingkat RPPLH Kabupaten;
d.
menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai AMDAL dan UKL-UPL;
e.
menyelenggarakan inventarisasi sumber
daya alam dan emisi gas rumah kaca pada tingkat Kabupaten;
f. mengembangkan dan
melaksanakan kerja sama dan kemitraan;
g. mengembangkan dan
menerapkan instrumen lingkungan hidup;
h. memfasilitasi
penyelesaian sengketa;
i.
melakukan pembinaan dan pengawasan
ketaatan penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan terhadap ketentuan perizinan
lingkungan dan peraturan perundang-undangan;
j. melaksanakan
standar pelayanan minimal;
k.
melaksanakan kebijakan mengenai tata
cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak
masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup pada tingkat Kabupaten;
l. mengelola
informasi lingkungan hidup tingkat Kabupaten;
m.
mengembangkan dan
melaksanakan kebijakan sistem informasi lingkungan hidup tingkat Kabupaten;
n. memberikan
pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan;
o. menerbitkan izin
lingkungan pada tingkat Kabupaten; dan
p.
melakukan penegakan hukum lingkungan
hidup pada tingkat Kabupaten;
q. Memberikan izin,
usaha dan/ atau kegiatan.
Pasal 3
Tugas dan wewenang pemerintah daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan sesuai dengan Peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB III
ASAS, TUJUAN, DAN
RUANG LINGKUP
Bagian Kesatu
Asas
Pasal 4
Perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas:
a. tanggung jawab
negara;
b. kelestarian dan
keberlanjutan;
c. keserasian dan
keseimbangan;
d. keterpaduan;
e. manfaat;
f. kehati-hatian;
g. keadilan;
h. ekoregion;
i. keanekaragaman
hayati;
j. pencemar
membayar;
k. partisipatif;
l. kearifan lokal;
m. tata kelola
pemerintahan yang baik; dan
n. otonomi daerah.
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 5
Perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup bertujuan:
a. melindungi
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/ atau kerusakan
lingkungan hidup;
b. menjamin
keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;
c.
menjamin kelangsungan kehidupan
makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;
d. menjaga
kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. mencapai
keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;
f.
menjamin terpenuhinya keadilan
generasi masa kini dan generasi masa depan;
g.
menjamin pemenuhan dan perlindungan
hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia;
h. mengendalikan
pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;
i. mewujudkan
pembangunan berkelanjutan; dan
j. mengantisipasi
isu lingkungan global.
Bagian Ketiga
Ruang Lingkup
Pasal 6
Perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup dalam Peraturan Daerah meliputi:
a. perencanaan;
b. pemanfaatan;
c. pengendalian;
d. pemeliharaan;
e. pengawasan;
f. kerjasama daerah
;
g. penghargaan dan
Pembinaan;
h. penegakan hukum.
BAB IV
PERENCANAAN
Pasal 7
Perencanaan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan melalui tahapan:
a. inventarisasi
lingkungan hidup;
b. penetapan wilayah
ekoregion; dan
c. penyusunan RPPLH.
Bagian Kesatu
InventarisasiLingkungan
Hidup
Pasal 8
(1)
Inventarisasi lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a terdiri atas inventarisasi
lingkungan hidup:
a. tingkat pulau/
kepulauan; dan
b. tingkat wilayah ekoregion.
(2)
Inventarisasi lingkungan hidup
dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi mengenai sumber daya alam yang
meliputi:
a. potensi dan
ketersediaan;
b. jenis yang
dimanfaatkan;
c. bentuk
penguasaan;
d. pengetahuan
pengelolaan;
e. bentuk kerusakan;
dan
f. konflik dan
penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan.
Bagian Kedua
Penetapan Wilayah
Ekoregion
Pasal 9
(1)
Inventarisasi lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a dan huruf b menjadi dasar
dalam penetapan wilayah ekoregion dan dilaksanakan oleh Bupati untuk
disampaikan kepada Menteri setelah berkoordinasi dengan instansi terkait.
(2)
Penetapan wilayah ekoregion
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan
kesamaan:
a. karakteristik
bentang alam;
b. daerah aliran
sungai;
c. iklim;
d. flora dan fauna;
e. sosial budaya;
f. ekonomi;
g. kelembagaan
masyarakat; dan
h. hasil
inventarisasi lingkungan hidup.
Pasal 10
Inventarisasi lingkungan hidup di
tingkat wilayah ekoregion sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a
dan b dilakukan untuk menentukan daya dukung dan daya tampung serta cadangan
sumber daya alam.
Bagian Ketiga
Penyusunan
Rencana Perlindungan
dan
PengelolaanLingkungan Hidup
Pasal 11
Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH)
Kabupaten Padang Lawas disusun
berdasarkan:
a. Rencana
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup provinsi;
b. inventarisasi
tingkat pulau/ kepulauan; dan
c. inventarisasi
tingkat ekoregion.
Pasal 12
(1)
Rencana Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (RPPLH) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 disusun oleh
Bupati sesuai dengan kewenangannya.
(2)
Penyusunan Rencana Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memperhatikan:
a. keragaman
karakter dan fungsi ekologis;
b. sebaran penduduk;
c. sebaran potensi
sumber daya alam;
d. kearifan lokal;
e. aspirasi
masyarakat; dan
f. perubahan iklim.
(3)
Rencana Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (RPPLH) diatur dengan peraturan daerah .
(4)
Rencana Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (RPPLH) memuat rencana tentang :
a. pemanfaatan dan/
atau pencadangan sumber daya alam;
b.
pemeliharaan dan perlindungan
kualitas dan/ atau fungsi lingkungan hidup;
c.
pengendalian, pemantauan, serta
pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam; dan
d. adaptasi dan
mitigasi terhadap perubahan iklim.
(5)
Rencana Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (RPPLH) menjadi dasar penyusunan dan dimuat dalam rencana
pembangunan jangka panjang dan rencana pembangunan jangka menengah.
Pasal 13
Ketentuan
lebih lanjut mengenai inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8, penetapan ekoregion sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10,
serta Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12 dilaksanakan dengan mempedomani dan
berdasarkan Peraturan Pemerintah.
BAB V
PEMANFAATAN
Pasal 14
(1)
Pemanfaatan sumber daya alam
dilakukan berdasarkan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(RPPLH).
(2)
Dalam hal Rencana Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum
tersusun,
pemanfaatan
sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup dengan memperhatikan:
a.
keberlanjutan
proses dan fungsi lingkungan hidup;
b.
keberlanjutan
produktivitas lingkungan hidup; dan
c.
keselamatan,
mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.
(3)
Daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Bupati
untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup Kabupaten Padang Lawas;
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara penetapan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dengan mempedomani dan berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
BAB VI
PENGENDALIAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 15
(1)
Pengendalian pencemaran dan/ atau
kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
(2)
Pengendalian pencemaran dan/ atau
kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pencegahan;
b. penanggulangan;
dan
c. pemulihan.
(3)
Pengendalian pencemaran dan/ atau
kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
pemerintah
daerah,
dan penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran,
dan tanggung jawab masing-masing.
Bagian Kedua
Pencegahan
Pasal 16
Instrumen
pencegahan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas:
a.
Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS);
b. tata ruang;
c.
baku
mutu lingkungan hidup;
d. kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup;
e.
AMDAL;
f.
UKL-UPL;
g.
perizinan;
h. instrumen ekonomi
lingkungan hidup;
i.
peraturan
perundang-undangan berbasis lingkungan hidup;
j.
anggaran
berbasis lingkungan hidup;
k. analisis resiko
lingkungan hidup;
l.
audit
lingkungan hidup; dan
m.
instrumen lain sesuai dengan
kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.
Paragraf 1
Kajian Lingkungan
Hidup Strategis
Pasal 17
(1)
Pemerintah daerah wajib membuat
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/ atau kebijakan, rencana, dan/ atau program.
(2)
Pemerintah daerah wajib melaksanakan
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sebagaima dimaksud pada ayat (1) ke
dalam penyusunan atau evaluasi :
a.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
beserta rencana rincinya, rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), dan
rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) Kabupaten Padang Lawas;
b.
Kebijakan, rencana, dan/ atau program
yang berpotensi menimbulkan dampak dan/ atau resiko lingkungan hidup. \
(3)
Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS) dilaksanakan dengan mekanisme:
a.
Pengkajian pengaruh kebijakan,
rencana, dan/ atau program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah;
b.
Perumusan alternatif penyempurnaan
kebijakan, rencana, dan/ atau program; dan
c.
Rekomendasi perbaikan untuk
pengambilan keputusan kebijakan, rencana, dan/ atau program yang
mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Pasal 18
Kajian Lingkungan Hidup Srategis
(KLHS) memuat kajian antara lain:
a.
kapasitas daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup untuk pembangunan;
b. perkiraan
mengenai dampak dan resiko lingkungan hidup;
c.
kinerja
layanan/ jasa ekosistem;
d. efisiensi
pemanfaatan sumber daya alam;
e.
tingkat
kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim;
dan
f.
tingkat
ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
Pasal 19
(1)
Hasil Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) menjadi dasar
bagi kebijakan, rencana, dan/ atau program pembangunan dalam suatu wilayah.
(2)
Apabila hasil Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa daya
dukung dan daya tampung sudah terlampaui,
a.
kebijakan, rencana, dan/ atau program
pembangunan tersebut wajib diperbaiki sesuai dengan rekomendasi Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS); dan
b.
segala usaha dan/ atau kegiatan yang
telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tidak
diperbolehkan lagi.
Pasal 20
(1)
Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dilaksanakan dengan
melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dilaksanakan
dengan mempedomani dan berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 2
Tata Ruang
Pasal 21
(1)
Untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan
hidup dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib
didasarkan pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
(2)
Perencanaan tata ruang wilayah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung
dan daya tampung lingkungan hidup.
Paragraf 3
Baku Mutu
Lingkungan Hidup
Pasal 22
(1)
Penentuan terjadinya pencemaran
lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup.
(2) Baku mutu
lingkungan hidup meliputi:
a. baku mutu air;
b. baku mutu air limbah;
c. baku mutu udara
ambien;
d. baku mutu emisi;
e. baku mutu
gangguan; dan
g.
baku mutu lain sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(3)
Setiap orang diperbolehkan untuk
membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan persyaratan:
a. memenuhi baku
mutu lingkungan hidup; dan
b.
mendapat izin dari Bupati atau
pejabat yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai baku
mutu lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf c,
huruf d, dan huruf g dilaksanakan dengan mempedomani dan berdasarkan Peraturan
Pemerintah;
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai baku
mutu lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf e, dan
huruf f dilaksanakan dengan mempedomani dan berdasarkan peraturan
Menteri.
Paragraf 4
KriteriaBaku
Kerusakan Lingkungan Hidup
Pasal 23
(1)
Untuk menentukan terjadinya kerusakan
lingkungan hidup, ditetapkan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
(2) Kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup meliputi kriteria baku kerusakan ekosistem dan
kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim.
(3) Kriteria baku
kerusakan ekosistem meliputi:
a.
kriteria
baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa;
b.
kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/ atau lahan;
c.
kriteria
baku kerusakan padang lamun;
d. kriteria baku
kerusakan gambut;
e.
kriteria
baku kerusakan karst; dan/ atau
f.
kriteria baku kerusakan ekosistem
lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(4)
Kriteria baku kerusakan akibat
perubahan iklim didasarkan pada paramater antara lain:
a.
kenaikan
temperatur;
b. badai; dan/ atau
c.
kekeringan.
(5) Ketentuan
lebih lanjut mengenai kriteria baku kerusakan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilaksanakan dengan mempedomani dan
berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 5
AMDAL
Pasal 24
(1)
Setiap usaha dan/ atau kegiatan yang
berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL.
(2) Dampak penting
ditentukan berdasarkan kriteria:
a.
besarnya jumlah penduduk yang akan
terkena dampak rencana usaha dan/ atau kegiatan;
b. luas wilayah
penyebaran dampak;
c. intensitas dan
lamanya dampak berlangsung;
d.
banyaknya
komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e. sifat kumulatif
dampak;
f.
berbalik atau tidak berbaliknya
dampak; dan/ atau
g.
kriteria lain sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 25
(1)
Kriteria usaha dan/ atau kegiatan
yang berdampak penting yang wajib dilengkapi dengan AMDAL terdiri atas:
a. pengubahan bentuk
lahan dan bentang alam;
b.
eksploitasi sumber daya alam, baik
yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan;
c.
proses dan kegiatan yang secara
potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup
serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;
d.
proses dan kegiatan yang hasilnya
dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial
dan budaya;
e.
proses dan kegiatan yang hasilnya
akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/ atau
perlindungan cagar budaya;
f. introduksi jenis
tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik;
g. pembuatan dan
penggunaan bahan hayati dan nonhayati;
h.
kegiatan yang mempunyai resiko tinggi
dan/ atau mempengaruhi pertahanan negara; dan/ atau
i.
penerapan teknologi yang diperkirakan
mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis
usaha dan/ atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Bupati dengan mendasari
Peraturan Menteri.
Pasal 26
Dokumen
AMDAL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 merupakan dasar penetapan Keputusan
Bupati tentang kelayakan lingkungan hidup.
Pasal 27
Dokumen AMDAL memuat:
a. pengkajian
mengenai dampak rencana usaha dan/ atau kegiatan;
b. evaluasi kegiatan
di sekitar lokasi rencana usaha dan/ atau kegiatan;
c.
saran masukan serta tanggapan
masyarakat terhadap rencana usaha dan/ atau kegiatan;
d.
prakiraan terhadap besaran dampak
serta sifat penting dampak yang terjadi jika rencana usaha dan/ atau kegiatan
tersebut dilaksanakan;
e.
evaluasi secara holistik terhadap
dampak yang terjadi untuk menentukan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan
hidup; dan
f. rencana
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
Pasal 28
(1)
Dokumen AMDAL sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat.
(2)
Pelibatan masyarakat harus dilakukan
berdasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta diberitahukan
sebelum kegiatan dilaksanakan.
(3) Masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. yang terkena
dampak;
b. pemerhati
lingkungan hidup; dan/ atau
c. yang terpengaruh
atas segala bentuk
keputusan dalam proses
AMDAL.
(4)
Masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen AMDAL dengan tatacara akan
diatur lebih lanjut Peraturan Bupati.
Pasal 29
Dalam
menyusun dokumen AMDAL, pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)
dapat meminta bantuan kepada pihak lain.
Pasal 30
(1)
Penyusun AMDAL sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 29 wajib memiliki sertifikat kompetensi
penyusun AMDAL.
(2)
Kriteria untuk memperoleh sertifikat
kompetensi penyusun AMDAL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penguasaan
metodologi penyusunan AMDAL;
b.
kemampuan melakukan pelingkupan,
prakiraan, dan evaluasi dampak serta pengambilan keputusan; dan
c.
kemampuan menyusun rencana
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
(3)
Sertifikat kompetensi penyusun AMDAL
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh lembaga sertifikasi
kompetensi penyusun AMDAL yang ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
sertifikasi dan kriteria kompetensi penyusun AMDAL dilaksanakan dengan
Peraturan Bupati berdasarkan Peraturan Menteri.
Pasal 31
(1)
Dokumen AMDAL dinilai oleh Komisi
Penilai AMDAL yang dibentuk dengan Keputusan Bupati sesuai dengan
kewenangannya.
(2)
Komisi Penilai AMDAL wajib memiliki
lisensi yang dikeluarkan oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara
dan disertai rekomendasi Gubernur Sumatera Utara sesuai dengan kewenangannya.
(3)
Persyaratan dan tata cara lisensi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 6 Tahun 2008 tentang Tata Laksana Lisensi Komisi
Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Daerah Kabupaten/ Kota.
Pasal 32
(1)
Keanggotaan Komisi Penilai AMDAL
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 terdiri atas wakil dari unsur:
a.
instansi
lingkungan hidup;
b.
instansi
teknis terkait;
c.
pakar di bidang pengetahuan yang
terkait dengan jenis usaha dan/ atau kegiatan yang sedang dikaji;
d.
pakar di bidang pengetahuan yang
terkait dengan dampak yang timbul dari suatu usaha dan/ atau kegiatan yang
sedang dikaji;
e.
wakil
dari masyarakat yang berpotensi terkena dampak; dan
f.
organisasi
lingkungan hidup.
(2)
Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi
Penilai AMDAL dibantu oleh tim teknis yang terdiri atas pakar independen yang
melakukan kajian teknis dan sekretariat yang dibentuk untuk itu.
(3)
Pakar independen dan sekretariat
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 33
Berdasarkan hasil penilaian Komisi
Penilai AMDAL, Bupati atau Pejabat yang ditunjuk menetapkan Keputusan Bupati
tentang kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup sesuai dengan
kewenangannya.
Pasal 34
(1)
Pemerintah daerah dapat membantu
penyusunan AMDAL bagi usaha dan/ atau kegiatan golongan ekonomi lemah yang
berdampak penting terhadap lingkungan hidup.
(2)
Bantuan penyusunan AMDAL sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa fasilitasi, biaya, dan/ atau penyusunan AMDAL.
(3)
Kriteria mengenai usaha dan/ atau
kegiatan golongan ekonomi lemah diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 35
Ketentuan lebih lanjut mengenai AMDAL
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal 34 diatur dengan
Keputusan Bupati dengan mempedomani dan berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 6
UKL-UPL
Pasal 36
(1)
Setiap usaha dan/ atau kegiatan yang
tidak termasuk dalam kriteria wajib AMDAL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
ayat (1) wajib memiliki UKL-UPL.
(2)
Bupati menetapkan jenis usaha dan/
atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL-UPL diatur dengan Keputusan
Bupati.
(3)
Rekomendasi UKL-UPL diterbitkan oleh
Institusi Lingkungan Hidup Daerah
Pasal 37
(1)
Usaha dan/ atau kegiatan yang tidak
wajib dilengkapi UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) wajib
membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup.
(2)
Penetapan jenis usaha dan/ atau
kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kriteria:
a.
tidak termasuk dalam kategori
berdampak penting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1); dan
b. kegiatan usaha
mikro dan kecil.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
UKL-UPL dan surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup diatur Peraturan Bupati dengan mendasari peraturan Menteri.
Paragraf 7
Perizinan
Pasal 38
(1)
Setiap usaha dan/ atau kegiatan yang
wajib memiliki AMDAL atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan.
(2)
Izin lingkungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 atau rekomendasi UKL-UPL.
(3)
Izin lingkungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan
kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL.
(4)
Izin lingkungan diterbitkan oleh
Bupati/ atau Pejabat yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 39
(1)
Bupati sesuai dengan kewenangannya
wajib menolak permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin tidak
dilengkapi dengan AMDAL atau UKL-UPL.
(2)
Izin lingkungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38 ayat (4) dapat dibatalkan apabila:
a.
persyaratan yang diajukan dalam
permohonan izin mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta
ketidakbenaran dan/ atau pemalsuan data, dokumen, dan/ atau informasi;
b.
penerbitannya tanpa memenuhi syarat
sebagaimana tercantum dalam keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup
atau rekomendasi UKL-UPL; atau
c.
kewajiban yang ditetapkan dalam
dokumen AMDAL atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/
atau kegiatan.
Pasal 40
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 39 ayat (2), izin lingkungan dapat dibatalkan melalui keputusan
pengadilan tata usaha negara.
Pasal 41
(1)
Bupati/ atau Pejabat yang ditunjuk
sesuai dengan kewenangannya wajib mengumumkan setiap permohonan dan keputusan
izin lingkungan.
(2)
Pengumuman sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan cara yang mudah diketahui oleh masyarakat.
(3)
Pelaksanaan pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati;
Pasal 42
Izin
lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/ atau
kegiatan.
(1)
Dalam hal izin lingkungan dicabut,
izin usaha dan/ atau kegiatan dibatalkan.
(2)
Dalam hal usaha dan/ atau kegiatan
mengalami perubahan, penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan wajib
memperbarui izin lingkungan.
Pasal 43
Ketentuan lebih lanjut mengenai izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 40 dilaksanakan dengan
mempedomani dan berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 8
Instrumen Ekonomi
Lingkungan Hidup
Pasal 44
(1) Dalam
rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup, Pemerintah dan pemerintah daerah
wajib mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan hidup.
(2) Instrumen ekonomi
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. perencanaan pembangunan dan
kegiatan ekonomi;
b. pendanaan
lingkungan hidup; dan
c. insentif dan/
atau disinsentif.
Pasal 45
(1) Instrumen
perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44 ayat (2) huruf a meliputi:
a. neraca sumber
daya alam dan lingkungan hidup;
b.
penyusunan produk domestik bruto dan
produk domestik regional bruto yang mencakup penyusutan sumber daya alam dan
kerusakan lingkungan hidup;
c.
mekanisme kompensasi/ imbal jasa
lingkungan hidup antar daerah; dan
d. internalisasi
biaya lingkungan hidup.
(2) Instrumen
pendanaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf b
meliputi :
a. dana jaminan
pemulihan lingkungan hidup;
b.
dana penanggulangan pencemaran dan/
atau kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup; dan
c. dana amanah/
bantuan untuk konservasi.
(3) Insentif dan/
atau disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat
(2) huruf c antara lain diterapkan
dalam bentuk:
a. pengadaan barang
dan jasa yang ramah lingkungan hidup;
b. penerapan pajak,
retribusi, dan subsidi lingkungan hidup;
c.
pengembangan sistem lembaga keuangan
dan pasar modal yang ramah lingkungan hidup;
d.
pengembangan sistem perdagangan izin
pembuangan limbah dan/ atau emisi;
e. pengembangan
sistem pembayaran jasa lingkungan hidup;
f. pengembangan
asuransi lingkungan hidup;
g. pengembangan
sistem label ramah lingkungan hidup; dan
h.
sistem penghargaan kinerja di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
(4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai instrumen ekonomi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 dan Pasal 45 ayat (1) sampai dengan ayat (3) dilaksanakan dengan
mempedomani dan berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 9
Peraturan
Perundang-undangan Berbasis Lingkungan Hidup
Pasal 46
Setiap penyusunan peraturan
perundang-undangan di daerah wajib memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan
hidup dan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Paragraf 10
Anggaran Berbasis
Lingkungan Hidup
Pasal 47
(1) Pemerintah
daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah wajib mengalokasikan anggaran yang
memadai untuk membiayai:
a.
kegiatan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
b.
program
pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup.
(2)
Pemerintah daerah wajib
mengalokasikan anggaran dana alokasi khusus lingkungan hidup yang memadai untuk
diberikan kepada daerah yang memiliki kinerja perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang baik.
Pasal 48
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47, dalam rangka pemulihan kondisi lingkungan hidup yang
kualitasnya telah mengalami pencemaran dan/ atau kerusakan pemerintah daerah
wajib mengalokasikan anggaran untuk pemulihan lingkungan hidup.
Paragraf 11
Analisis Resiko
Lingkungan Hidup
Pasal 49
(1)
Setiap usaha dan/ atau kegiatan yang
berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, ancaman
terhadap ekosistem dan kehidupan, dan/ atau kesehatan dan keselamatan manusia
wajib melakukan analisis resiko lingkungan hidup.
(2)
Analisis resiko lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengkajian
resiko;
b. pengelolaan
resiko; dan/ atau
c. komunikasi resiko.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
analisis resiko lingkungan
hidup
dilaksanakandengan mempedomani dan berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 12
Audit Lingkungan
Hidup
Pasal 50
Pemerintah daerah mendorong
penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan
hidup dalam rangka meningkatkan kinerja lingkungan hidup sesuai dengan
peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Penanggulangan
Pasal 51
(1)
Setiap orang yang melakukan
pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan
pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup.
(2)
Penanggulangan pencemaran dan/ atau
kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a.
pemberian informasi peringatan pencemaran
dan/ atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat;
b. pengisolasian
pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup;
c.
penghentian sumber pencemaran dan/
atau kerusakan lingkungan hidup; dan/ atau
d.
cara lain yang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara penanggulangan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempedomani dan berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pemulihan
Pasal 52
(1)
Setiap orang yang melakukan
pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan
fungsi lingkungan hidup.
(2)
Pemulihan fungsi lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan:
a. penghentian
sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
b. remediasi;
c. rehabilitasi;
d. restorasi; dan/
atau
e. cara
lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan mempedomani dan berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pasal 53
(1) Pemegang izin
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat
(1)
wajib menyediakan dana penjaminan
untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup.
(2)
Dana penjaminan disimpan di bank
pemerintah yang ditunjuk oleh Bupati sesuai dengan kewenangannya.
(3)
Bupati sesuai dengan kewenangannya
dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup
dengan menggunakan dana penjaminan.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai dana
penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3)
dilaksanakan dengan mempedomani dan berdasarkan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
PEMELIHARAAN
Pasal 54
(1) Pemeliharaan
lingkungan hidup dilakukan melalui upaya:
a. konservasi sumber
daya alam;
b. pencadangan
sumber daya alam; dan/ atau
c. pelestarian
fungsi atmosfer.
(2)
Konservasi sumber daya alam
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi kegiatan:
a. perlindungan
sumber daya alam;
b. pengawetan sumber
daya alam; dan
c. pemanfaatan
secara lestari sumber daya alam.
(3)
Pencadangan sumber daya alam
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan sumber daya alam yang
tidak dapat dikelola dalam jangka waktu tertentu.
(4)
Pelestarian fungsi atmosfer
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. upaya mitigasi
dan adaptasi perubahan iklim;
b. upaya
perlindungan lapisan ozon; dan
c. upaya
perlindungan terhadap hujan asam.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
konservasi dan pencadangan sumber daya alam serta pelestarian fungsi atmosfer
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempedomani dan
berdasarkan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
PENGELOLAAN BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN
SERTA LIMBAH
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
Bagian Kesatu
PengelolaanBahan
Berbahaya dan Beracun
Pasal 55
(1)
Setiap orang yang memasukkan ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut,
mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/ atau menimbun B3
wajib melakukan pengelolaan B3.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengelolaan B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan
mempedomani dan berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
PengelolaanLimbah
Bahan Berbahaya dan Beracun
Pasal 56
(1)
Setiap orang yang menghasilkan limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang
dihasilkannya.
(2)
Dalam hal Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) telah kedaluwarsa,
pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3).
(3)
Dalam hal setiap orang tidak mampu
melakukan sendiri pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3),
pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain.
(4)
Pengelolaan limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3) wajib mendapat izin dari Bupati atau pejabat yang ditunjuk
sesuai dengan kewenangannya.
(5)
Bupati atau pejabat yang ditunjuk
wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan
kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin.
(6) Keputusan
pemberian izin wajib diumumkan.
(7)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengelolaan limbah B3 dilaksanakan dengan mempedomani dan berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Ketiga
Dumping
Pasal 57
Setiap
orang dilarang melakukan dumping limbah dan/ atau bahan ke media lingkungan
hidup tanpa izin.
Pasal 58
(1)
Dumping sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 57 hanya dapat dilakukan dengan izin dari Bupati atau pejabat yang
ditunjuk sesuai dengan kewenangannya.
(2)
Dumping sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya dapat dilakukan di lokasi yang telah ditentukan.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara dan persyaratan dumping limbah atau bahan dilaksanakan dengan mempedomani
dan berdasarkan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
SISTEM INFORMASI
Pasal 59
(1)
Pemerintah daerah mengembangkan
sistem informasi lingkungan hidup untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan
kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
(2)
Sistem informasi lingkungan hidup
dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi dan wajib dipublikasikan kepada
masyarakat.
(3)
Sistem informasi lingkungan hidup
paling sedikit memuat informasi mengenai status lingkungan hidup, peta rawan
lingkungan hidup, dan informasi lingkungan hidup lain.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
sistem informasi lingkungan hidup dilaksanakan dengan Peraturan Bupati
berdasarkan Peraturan Menteri.
BAB X
HAK, KEWAJIBAN,
DAN LARANGAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 60
(1) Setiap
orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak
asasi manusia.
(2) Setiap
orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses
partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat.
(3)
Setiap orang berhak mengajukan usul
dan/ atau keberatan terhadap rencana usaha dan/ atau kegiatan yang diperkirakan
dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.
(4)
Setiap orang berhak untuk berperan
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5)
Setiap orang berhak melakukan
pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup.
(6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan diatur dengan peraturan
Bupati berdasarkan Peraturan Menteri.
Pasal 61
Setiap orang yang memperjuangkan hak
atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana
maupun digugat secara perdata.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 62
Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian
fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/ atau kerusakan
lingkungan hidup.
Pasal 63
Setiap orang yang melakukan usaha
dan/ atau kegiatan berkewajiban:
a.
memberikan informasi yang terkait
dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat,
terbuka, dan tepat waktu;
b. menjaga
keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan
c.
menaati ketentuan tentang baku mutu
lingkungan hidup dan/ atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Bagian Ketiga
Larangan
Pasal 64
(1) Setiap orang
dilarang:
a.
melakukan perbuatan yang
mengakibatkan pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup;
b.
memasukkan Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c.
memasukkan limbah yang berasal dari
luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidup
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d.
memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
e. membuang limbah
ke media lingkungan hidup;
f.
membuang Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3) dan limbah B3 ke media lingkungan hidup;
g.
melepaskan produk rekayasa genetik ke
media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
atau izin lingkungan;
h. melakukan
pembukaan lahan dengan cara membakar;
i.
menyusun AMDAL tanpa memiliki
sertifikat kompetensi penyusun AMDAL; dan/ atau
j.
memberikan informasi palsu,
menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan
keterangan yang tidak benar.
(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf h memperhatikan dengan sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah
masing-masing dan diatur dalam Peraturan Bupati.
BAB XI
PERAN MASYARAKAT
Pasal 65
(1)
Masyarakat memiliki hak dan kesempatan
yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
(2) Peran masyarakat
dapat berupa:
a. pengawasan
sosial;
b. pemberian saran,
pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/ atau
c. penyampaian
informasi dan/ atau laporan.
(3) Peran masyarakat
dilakukan untuk:
a.
Meningkatkan kepedulian dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
b.
meningkatkan kemandirian, keberdayaan
masyarakat, dan kemitraan;
c. menumbuh
kembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
d.
menumbuh kembangkan ketanggapsegeraan
masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; dan
e.
mengembangkan dan menjaga budaya dan
kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
BAB XII
PENGAWASAN
Pasal 66
(1)
Pemerintah daerah wajib melakukan
pengawasan terhadap setiap kegiatan dan atau usaha secara periodik atau
sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan;
(2) Pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini meliputi :
a.
Pemantauan penaatan persyaratan yang
dicantumkan dalam perizinan dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b.
Pengamatan dan pemantauan terhadap
sumber-sumber yang diduga dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup;
c.
Pengamatan dan pemantauan terhadap
media lingkungan yang terkena dampak lingkungan;
d. Evaluasi terhadap
daya tampung dan daya dukung lingkungan.
Pasal 67
(1)
Pelaksanaan pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 66 Peraturan Daerah ini dilakukan oleh pejabat pengawas
lingkungan hidup dan atau pejabat lain di lingkungan BLH yang ditunjuk oleh
Kepala BLH;
(2)
Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini berwenang :
a.
melakukan pemantauan yang meliputi
pengamatan, pemotretan, perekaman audio visual dan pengukuran;
b.
meminta keterangan kepada masyarakat
yang berkepentingan, karyawan yang bersangkutan, konsultan, kontraktor dan
perangkat pemerintah setempat;
c.
membuat salinan dari dokumen dan atau
membuat catatan yang diperlukan, yang meliputi : dokumen perizinan, dokumen
AMDAL, dokumen UKL-UPL, data hasil swap atau, dokumen surat keputusan
organisasi perusahaan serta dokumen lainnya yang berkaitan dengan kepentingan
pengawasan;
d. memasuki tempat
tertentu;
e.
mengambil contoh dari limbah yang
dihasilkan, limbah yang dibuang, bahan baku dan bahan penolong;
f.
memeriksa peralatan yang digunakan
dalam proses produksi, utilitas dan instalasi pengolahan limbah;
g. memeriksa
instalasi dan atau alat transportasi;
h.
meminta keterangan dari pihak yang
bertanggung jawab atas usaha dan atau kegiatan;
i.
wewenang lainnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)
Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat
pengawas lingkungan hidup dapat melakukan koordinasi dengan Pejabat Penyidik
Pegawai Negeri Sipil.
(4)
Penanggung jawab usaha dan/ atau
kegiatan dilarang menghalangi pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan
hidup.
Pasal 68
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara pengangkatan pejabat pengawas lingkungan hidup dan tata cara pelaksanaan
pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3), dan Pasal 66
dilaksanakan dengan mempedomani dan berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pasal 69
(1)
Pejabat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 67 Peraturan Daerah ini dalam melaksanakan tugasnya wajib dilengkapi
dengan tanda pengenal dan surat tugas yang diterbitkan oleh Kepala BLH;
(2)
Penanggungjawab kegiatan dan atau
usaha wajib membantu kelancaran pelaksanaan tugas pejabat pengawas dalam
melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 70
(1)
Apabila dalam kegiatan pengawasan
ditemukan potensi pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup, maka pejabat
pengawas wajib melakukan tindakan-tindakan dan upaya-upaya tertentu sesuai
dengan kewenangannya;
(2)
Setiap hasil pengawasan dilaporkan
kepada pejabat yang memberikan perintah untuk melakukan pengawasan;
(3)
Apabila berdasarkan hasil pelaksanaan
pengawasan ditemukan dugaan adanya tindak pidana lingkungan, maka Kepala BLH
memerintahkan penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XIII
KERJASAMA ANTAR
DAERAH
Pasal 71
(1)
Dalam rangka meningkatkan upaya
pengelolaan lingkungan hidup dan mengatasi permasalahan lingkungan hidup di
wilayah Kabupaten Padang Lawas, Bupati dapat menyelenggarakan kerjasama antar
daerah atau lembaga.
(2)
Kerjasama sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diselenggarakan dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan
masyarakat, dengan prinsip kerjasama dan saling menguntungkan.
(3)
Kerjasama sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
BAB XIV
PENGHARGAAN DAN
PEMBEBANAN
Bagian Kesatu
Penghargaan
Pasal 72
(1)
Terhadap suatu kegiatan dan atau
usaha yang telah mampu melakukan pengelolaan lingkungan secara berdaya guna dan
berhasil guna melebihi batas yang ditentukan, pemerintah daerah dapat
memberikan penghargaan.
(2)
Penghargaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Pasal ini dapat berupa :
a.
pengumuman melalui media massa
tentang ketaatan dari suatu kegiatan dan atau usaha;
b.
pengurangan atau pembebasan kewajiban
pembayaran retribusi perizinan;
c.
pemberian insentif lainnya sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d.
pemberian kemudahan fasilitas sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)
Pedoman pemberian penghargaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) Pasal ini diatur lebih lanjut oleh
Bupati.
Bagian Kedua
Pembebanan
Pasal 73
(1)
Terhadap suatu kegiatan dan atau
usaha yang belum mampu melakukan pengelolaan secara berdaya guna dan berhasil
guna sesuai ketentuan yang berlaku, pemerintah daerah dapat memberikan
pembebanan.
(2)
Pembebanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Pasal ini dapat berupa :
a.
pengumuman melalui media massa
tentang ketidakpatuhan dari suatu kegiatan dan atau usaha;
b. penambahan
kewajiban pembayaran retribusi perizinan;
c.
pembebanan lainnya sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
(3)
Pedoman penetapan pembebanan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) Pasal ini diatur lebih lanjut oleh
Bupati.
BAB XV
SANKSI
ADMINISTRATIF
Pasal 74
(1)
Bupati menerapkan sanksi administratif
kepada penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan jika dalam pengawasan
ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan.
(2) Sanksi
administratif terdiri atas:
a. teguran tertulis;
b. paksaan
pemerintah;
c. pembekuan izin
lingkungan; atau
d. pencabutan izin
lingkungan.
Pasal 75
Sanksi administratif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 74 tidak membebaskan penanggung jawab usaha dan/ atau
kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan pidana.
Pasal 76
Pengenaan sanksi administratif berupa
pembekuan atau pencabutan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74
ayat (2) huruf c dan huruf d dilakukan apabila penanggung jawab usaha dan/ atau
kegiatan tidak melaksanakan paksaan pemerintah.
Pasal 77
(1)
Paksaan pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) huruf b berupa:
a. penghentian
sementara kegiatan produksi;
b. pemindahan sarana
produksi;
c. penutupan saluran
pembuangan air limbah atau emisi;
d. pembongkaran;
e. penyitaan
terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran;
f. penghentian sementara
seluruh kegiatan; atau
g. tindakan
lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan
fungsi lingkungan hidup.
(2)
Pengenaan paksaan pemerintah dapat
dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila pelanggaran yang dilakukan menimbulkan:
a. ancaman yang
sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup;
b. dampak
yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/
atau perusakannya; dan/ atau
c. kerugian
yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran
dan/ atau perusakannya.
Pasal 78
Setiap penanggung
jawab usaha dan/ atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dapat
dikenai denda atas setiap keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah.
Pasal 79
(1) Bupati berwenang untuk memaksa penanggung
jawab usaha dan/ atau kegiatan untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup
akibat pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya.
(2) Bupati berwenang atau dapat menunjuk pihak
ketiga untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/ atau
perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya atas beban biaya penanggung jawab
usaha dan/ atau kegiatan.
Pasal 80
Ketentuan lebih lanjut mengenai
sanksi administratif dilaksanakan dengan Peraturan Bupati dengan mempedomani
dan berdasarkan Peraturan Pemerintah.
BAB XVI
PENYELESAIAN
SENGKETA LINGKUNGAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 81
(1)
Penyelesaian sengketa lingkungan
hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan.
(2)
Pilihan penyelesaian sengketa
lingkungan hidup dilakukan secara suka rela oleh para pihak yang bersengketa.
(3)
Gugatan melalui pengadilan hanya
dapat ditempuh apabila upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang
dipilih dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang
bersengketa.
Bagian Kedua
PenyelesaianSengketa
Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan
Pasal 82
(1)
Penyelesaian sengketa lingkungan
hidup di luar pengadilan dilakukan untuk mencapai kesepakatan mengenai:
a. bentuk dan besarnya
ganti rugi;
b. tindakan
pemulihan akibat pencemaran dan/ atau perusakan;
c.
tindakan tertentu untuk menjamin
tidak akan terulangnya pencemaran dan/ atau perusakan; dan/ atau
d.
tindakan untuk mencegah timbulnya
dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
(2)
Penyelesaian sengketa di luar
pengadilan tidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
(3)
Dalam penyelesaian sengketa
lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa mediator dan/ atau
arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.
Pasal 83
(1)
Masyarakat dapat membentuk lembaga
penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan
tidak berpihak.
(2)
Pemerintah daerah dapat memfasilitasi
pembentukan lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang
bersifat bebas dan tidak berpihak.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup dengan mempedomani
dan berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
PenyelesaianSengketa
Lingkungan Hidup Melalui Pengadilan
Paragraf 1
Ganti Kerugian
dan Pemulihan Lingkungan
Pasal 84
(1)
Setiap penanggung jawab usaha dan/
atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/
atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau
lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/ atau melakukan tindakan
tertentu.
(2)
Setiap orang yang melakukan pemindah
tanganan, pengubahan sifat dan bentuk usaha, dan/ atau kegiatan dari suatu
badan usaha yang
melanggar
hukum tidak melepaskan tanggung jawab hukum dan/ atau kewajiban badan usaha
tersebut.
(3)
Pengadilan dapat menetapkan
pembayaran uang paksa terhadap setiap hari keterlambatan atas pelaksanaan
putusan pengadilan.
(4)
Besarnya uang paksa diputuskan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2
Tanggung Jawab
Mutlak
Pasal 85
Setiap orang yang
tindakannya, usahanya, dan/ atau kegiatannya menggunakan Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3), menghasilkan dan/ atau mengelola limbah B3, dan/ atau yang
menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak
atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.
Paragraf 3
Tenggat
Kedaluwarsa untuk Pengajuan Gugatan
Pasal 86
(1)
Tenggat kedaluwarsa untuk mengajukan
gugatan ke pengadilan mengikuti tenggang waktu sebagaimana diatur dalam
ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan dihitung sejak diketahui adanya
pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup.
(2)
Ketentuan mengenai tenggat
kadaluwarsa tidak berlaku terhadap pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan
hidup yang diakibatkan oleh usaha dan/ atau kegiatan yang menggunakan dan/ atau
mengelola
B3 serta menghasilkan
dan/ atau mengelola limbah B3.
Paragraf 4
Hak Gugat
PemerintahDaerah
Pasal 87
(1)
Pemerintah daerah yang bertanggung
jawab di bidang lingkungan hidup berwenang mengajukan gugatan ganti rugi dan
tindakan tertentu terhadap usaha dan/ atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran
dan/ atau kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan
hidup.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
kerugian lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan Peraturan
Bupati berdasarkan Peraturan Menteri.
Paragraf 5
Hak Gugat
Masyarakat
Pasal 88
(1)
Masyarakat berhak mengajukan gugatan
perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/ atau untuk
kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/ atau
kerusakan lingkungan hidup.
(2)
Gugatan dapat diajukan apabila
terdapat kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di
antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.
(3)
Ketentuan mengenai hak gugat
masyarakat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 6
Hak Gugat
Organisasi Lingkungan Hidup
Pasal 89
(1)
Dalam rangka pelaksanaan tanggung
jawab perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, organisasi lingkungan
hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan
hidup.
(2)
Hak mengajukan gugatan terbatas pada
tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi,
kecuali biaya atau pengeluaran riil.
(3)
Organisasi lingkungan hidup dapat
mengajukan gugatan apabila memenuhi persyaratan:
a. berbentuk badan
hukum;
b.
menegaskan di dalam anggaran dasarnya
bahwa organisasi tersebut didirikan untuk kepentingan pelestarian fungsi
lingkungan hidup; dan
c.
telah melaksanakan kegiatan nyata
sesuai dengan anggaran dasarnya paling singkat 2 (dua) tahun.
Paragraf 7
Gugatan Administratif
Pasal 90
(1)
Setiap orang dapat mengajukan gugatan
terhadap keputusan tata usaha negara apabila:
a.
badan atau pejabat tata usaha negara
menerbitkan izin lingkungan kepada usaha dan/ atau kegiatan yang wajib AMDAL
tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen AMDAL;
b.
badan atau pejabat tata usaha negara
menerbitkan izin lingkungan kepada kegiatan yang wajib UKL-UPL, tetapi tidak
dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL; dan/ atau
c.
badan atau pejabat tata usaha negara
yang menerbitkan izin usaha dan/ atau kegiatan yang tidak dilengkapi dengan
izin lingkungan.
(2)
Tata cara pengajuan gugatan terhadap
keputusan tata usaha negara mengacu pada Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara.
BAB XVII
PENYIDIKAN
Pasal 91
(1)
Penyidik Pegawai Negeri Sipil di
Lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk
melakukan penyidikan tindak Pidana Pelanggaran Peraturan Daerah sebagaimana di
maksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
(2)
Wewenang penyidik sebagaimana di
maksud pada ayat (1) Pasal ini adalah :
a.
Menerima, mencari, mengumpulkan dan
meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindakan pidana pelanggaran
agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b.
Meneliti mencari dan mengumpulkan
keterangan mengenai seseorang atau badan tentang kebenaran perbuatan yang
dilakukan sehubungan dengan tindak pidana pelanggaran;
c.
Meminta keterangan dan bahan bukti
dari seseorang atau badan sehubungan dengan tindak pidana pelanggaran;
d.
Memeriksa buku-buku, catatan-catatan
dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana pelanggaran;
e.
Melakukan penggeledahan untuk
mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta
melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut;
f.
Meminta bantuan tenaga ahli dalam
rangka melaksanakan tugas penyidikan tindak pidana pelanggaran;
g.
Memotret
seseorang yang berkaitan tindak pidana pelanggaran;
h.
Menyuruh berhenti, melarang seseorang
meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan
memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana di maksud
pada huruf e;
i.
Memanggil seseorang yang berkaitan
dengan tindak pidana pelanggaran;
j.
Menghentikan
penyidikan;
k.
Melakukan tindakan lain yang perlu
untuk kelancaran penyidikan tindak pidana pelanggaran menurut hukum yang dapat
di pertanggungjawabkan.
(3)
Penyidik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengkoordinasikan kegiatannya dengan penyidik Polri, sesuai dengan
ketentuan yang di atur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana.
BAB XVIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 92
(1)
Setiap orang yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 diancam pidana dengan pidana kurungan
paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima
Puluh Juta Rupiah);
(2) Tindak pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
Pasal 93
(1)
Apabila pelanggaran yang
mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan hidup, perusakan lingkungan
hidup, dan kerusakan lingkungan hidup akan diancam pidana dengan ketentuan
pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
(2) Tindak pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Kejahatan.
BAB XIX
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 94
Pada saat berlakunya Peraturan Daerah
ini, dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun, setiap usaha dan/ atau kegiatan
yang telah memiliki izin usaha dan/ atau kegiatan tetapi belum memiliki
Amdal,UKL-UPL wajib membuat dokumen pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 95
Pada saat berlakunya Peraturan Daerah
ini, dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun, setiap penyusun AMDAL wajib
memiliki sertifikat kompetensi penyusun AMDAL.
Pasal 96
Segala izin di bidang pengelolaan
lingkungan hidup yang telah dikeluarkan oleh Bupati sesuai dengan kewenangannya
wajib diintegrasikan ke dalam izin lingkungan paling lama 1 (satu) tahun sejak
Peraturan Daerah ini ditetapkan.
BAB XX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 97
Peraturan Daerah ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Daerah Kabupaten Padang Lawas.
Ditetapkan di Sibuhuan
pada tanggal 20 Februari 2014
BUPATI PADANG LAWAS,
ttd.
ALI SUTAN HARAHAP
Diundangkan di Sibuhuan
pada tanggal 21 Februari 2014
Plt. SEKRETARISDAERAH KABUPATEN
PADANG LAWAS
ttd.
SAIFUL BAHRI SIREGAR
LEMBARAN
DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS TAHUN 2014 NOMOR 03
Salinan sesuai dengan aslinya
Plt. KEPALA BAGIAN HUKUM
ttd.
AGUS SALEH SAPUTRA DAULAY, SH, MM
PENATA (III-c)
NIP. 19840904 200904 1 007
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH
KABUPATEN PADANG LAWAS
NOMOR 03 TAHUN
2014
TENTANG
PERLINDUNGAN DAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
I. UMUM
Sesuai dengan
semangat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sehingga sudah
selayaknya bumi, air dan segala potensi di dalamnya kita jaga dan dilestarikan,
karena jika dilihat wilayah Kabupaten Padang Lawas memiliki kekayaan sumber
daya alam yang cukup besar.
Melalui Peraturan
Daerah ini sebagai jawaban atas pelimpahan kewenanganndari Pemerintah yang
sangat luas kepada Pemerintah Daerah dalam melakukan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup didaerahnya masing-masing yang didasarkan pada
tata kelola pemerintahan yang baik, karena dalam setiap proses perumusan dan
penerapan instrument pencegahan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup
serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek
transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan. Pelaksanaan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup daerah yang nantinya diharapkan
akan memberikan keopastian hukum serta akuntabilitas pelayanan kepada semua
Stake Holder di bidang Lingkungan Hidup.
Peraturan Daerah
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah ini merupakan Peraturan
Daerah induk di bidang Lingkungan Hidup dan turunannya akan dikeluarkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal
2 Cukup jelas
Pasal
3 Cukup jelas
Pasal
4 Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas tanggung
jawab negara” adalah:
a.
negara menjamin pemanfaatan sumber
daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan
mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan.
b.
negara menjamin hak warga negara atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat.
c.
negara mencegah dilakukannya kegiatan
pemanfaatan sumber daya alam yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas kelestarian
dan keberlanjutan” adalah bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung
jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi
dengan melakukan upaya pelestarian
daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas keserasian
dan keseimbangan” adalah bahwa pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan
berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan perlindungan
serta pelestarian ekosistem.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas
keterpaduan” adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau menyinergikan berbagai komponen
terkait.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas manfaat”
adalah bahwa segala usaha dan/atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan
disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras dengan
lingkungannya.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas kehati-hatian”
adalah bahwa ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha dan/atau kegiatan
karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan merupakan
alasan untuk menunda langkah-langkah meminimalisasi atau menghindari ancaman
terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas keadilan”
adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus mencerminkan
keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara, baik lintas daerah,
lintas generasi, maupun lintas gender.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas ekoregion”
adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan
karakteristik sumber daya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat
setempat, dan kearifan lokal.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “asas
keanekaragaman hayati” adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup harus memperhatikan upaya terpadu untuk mempertahankan keberadaan,
keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri atas sumber
daya alam nabati dan sumber daya alam hewani yang bersama dengan unsur
nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.
Huruf j
Yang dimaksud dengan “asas pencemar
membayar” adalah bahwa setiap penanggung jawab yang usaha dan/atau kegiatannya
menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib menanggung
biaya pemulihan lingkungan.
Huruf k
Yang dimaksud dengan “asas
partisipatif” adalah bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan
aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Huruf l
Yang dimaksud dengan “asas kearifan
lokal” adalah bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan
nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat.
Huruf m
Yang dimaksud dengan “asas tata
kelola pemerintahan yang baik” adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas,
efisiensi, dan keadilan.
Huruf n
Yang dimaksud dengan “asas otonomi
daerah” adalah bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam bingkai Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Kearifan lokal dalam ayat ini
termasuk hak ulayat yang
diakui oleh DPRD.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Pengendalian pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang dimaksud dalam ketentuan ini, antara lain pengendalian:
a.
pencemaran
air, udara dan tanah
b.
kerusakan ekosistem dan kerusakan
akibat perubahan iklim.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “wilayah” adalah
ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang
batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi dan/atau aspek
fungsional.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Dampak
dan/atau risiko lingkungan hidup yang dimaksud meliputi:
a.
perubahan
iklim;
b.
kerusakan, kemerosotan, dan/atau
kepunahan keanekaragaman hayati;
c.
peningkatan intensitas dan cakupan
wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan
lahan;
d.
penurunan
mutu dan kelimpahan sumber daya alam;
e.
peningkatan alih fungsi kawasan hutan
dan/atau lahan;
f.
peningkatan jumlah penduduk miskin
atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau
g.
peningkatan risiko terhadap kesehatan
dan keselamatan manusia.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Pelibatan
masyarakat dilakukan melalui dialog, diskusi, dan konsultasi publik.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “baku mutu air”
adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang
ada atau harus ada, dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di
dalam air.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “baku mutu air
limbah” adalah ukuran batas atau kadar polutan yang ditenggang untuk dimasukkan
ke media air
Huruf c
Yang dimaksud dengan “baku mutu udara
ambien” adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen yang
seharusnya ada, dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam
udara ambien.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “baku mutu
emisi” adalah ukuran batas atau kadar polutan yang ditenggang untuk dimasukkan
ke media udara.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “baku mutu
gangguan” adalah ukuran batas unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya yang
meliputi unsur getaran, kebisingan, dan kebauan.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “produksi
biomassa” adalah bentuk-bentuk pemanfaatan sumber daya tanah untuk menghasilkan
biomassa.
Yang dimaksud dengan “kriteria baku
kerusakan tanah untuk produksi biomassa” adalah ukuran batas perubahan sifat
dasar tanah yang dapat ditenggang berkaitan dengan kegiatan produksi biomassa.
Kriteria baku kerusakan tanah untuk
produksi biomassa mencakup lahan pertanian atau lahan budi daya dan hutan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kerusakan
lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan” adalah
pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang berupa kerusakan dan/atau
pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau
lahan yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Jasad
renik dalam huruf ini termasuk produk rekayasa genetik.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Rencana pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup dimaksudkan untuk menghindari, meminimalkan, memitigasi, dan/atau
mengompensasikan dampak suatu usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 28
Ayat (1)
Pelibatan masyarakat dilaksanakan
dalam proses pengumuman dan konsultasi publik dalam rangka menjaring saran dan
tanggapan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 29
Yang
dimaksud dengan “pihak lain” antara lain lembaga penyusun amdal atau konsultan.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Rekomendasi UKL-UPL dinilai oleh tim teknis instansi
lingkungan hidup.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat (1)
Pengumuman dalam Pasal ini merupakan
pelaksanaan atas keterbukaan informasi. Pengumuman tersebut memungkinkan peran
serta masyarakat, khususnya yang belum menggunakan kesempatan dalam prosedur
keberatan, dengar pendapat, dan lain-lain dalam proses pengambilan keputusan
izin.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan izin usaha
dan/atau kegiatan dalam ayat ini termasuk izin yang disebut dengan nama lain
seperti izin operasi dan izin konstruksi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Perubahan yang dimaksud dalam ayat
ini, antara lain, karena kepemilikan beralih, perubahan teknologi, penambahan
atau pengurangan kapasitas produksi, dan/atau lokasi usaha dan/atau kegiatan
yang berpindah tempat.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “instrumen
ekonomi dalam perencanaan pembangunan” adalah upaya internalisasi aspek
lingkungan hidup ke dalam perencanaan dan penyelenggaraan pembangunan dan
kegiatan ekonomi.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “pendanaan
lingkungan” adalah suatu sistem dan mekanisme penghimpunan dan pengelolaan dana
yang digunakan bagi pembiayaan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup. Pendanaan lingkungan berasal dari berbagai sumber, misalnya pungutan,
hibah, dan lainnya.
Huruf c
Insentif merupakan upaya memberikan
dorongan atau daya tarik secara moneter dan/atau nonmoneter kepada setiap orang
ataupun Pemerintah dan pemerintah daerah agar melakukan kegiatan yang berdampak
positif pada cadangan sumber daya alam dan kualitas fungsi lingkungan hidup.
Disinsentif merupakan pengenaan beban
atau ancaman secara moneter dan/atau nonmoneter kepada setiap orang ataupun
Pemerintah dan pemerintah daerah agar mengurangi kegiatan yang berdampak negatif
pada cadangan sumber daya alam dan kualitas fungsi lingkungan hidup.
Pasal 45
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “neraca sumber
daya alam” adalah gambaran mengenai cadangan sumber daya alam dan perubahannya,
baik dalam satuan fisik maupun dalam nilai moneter.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “produk domestik
bruto” adalah nilai semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara
pada periode tertentu.
Yang dimaksud dengan “produk domestik
regional bruto” adalah nilai semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu
daerah pada periode tertentu.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “mekanisme
kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup antardaerah” adalah cara-cara
kompensasi/imbal yang dilakukan oleh orang, masyarakat, dan/atau pemerintah
daerah sebagai pemanfaat jasa lingkungan hidup kepada penyedia jasa lingkungan
hidup.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “internalisasi
biaya lingkungan hidup” adalah memasukkan biaya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup dalam perhitungan biaya produksi atau biaya suatu usaha
dan/atau kegiatan.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud
dengan “dana jaminan pemulihan lingkungan hidup” adalah dana yang disiapkan
oleh suatu usaha dan/atau kegiatan untuk pemulihan kualitas lingkungan hidup
yang rusak karena kegiatannya.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “dana
penanggulangan” adalah dana yang digunakan untuk menanggulangi pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang timbul akibat suatu usaha dan/atau
kegiatan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “dana
amanah/bantuan” adalah dana yang berasal dari sumber hibah dan donasi untuk
kepentingan konservasi lingkungan hidup.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pengadaan
barang dan jasa ramah lingkungan hidup” adalah pengadaaan yang memprioritaskan
barang dan jasa yang berlabel ramah lingkungan hidup.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “pajak
lingkungan hidup” adalah pungutan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah
terhadap setiap orang yang memanfaatkan sumber daya alam, seperti pajak
pengambilan air bawah tanah, pajak bahan bakar minyak, dan pajak sarang burung
walet.
Yang dimaksud dengan “retribusi
lingkungan hidup” adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah
terhadap setiap orang yang memanfaatkan sarana yang disiapkan pemerintah daerah
seperti retribusi pengolahan air limbah.
Yang dimaksud dengan “subsidi
lingkungan hidup” adalah kemudahan atau pengurangan beban yang diberikan kepada
setiap orang yang kegiatannya berdampak memperbaiki fungsi lingkungan hidup.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “sistem lembaga
keuangan ramah lingkungan hidup” adalah sistem lembaga keuangan yang menerapkan
persyaratan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam kebijakan
pembiayaan dan praktik sistem lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan
nonbank.
Yang dimaksud dengan “pasar modal
ramah lingkungan hidup” adalah pasar modal yang menerapkan persyaratan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bagi perusahaan yang masuk pasar
modal atau perusahaan terbuka, seperti penerapan persyaratan audit lingkungan
hidup bagi perusahaan yang akan menjual saham di pasar modal.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “perdagangan
izin pembuangan limbah dan/atau emisi” adalah jual beli kuota limbah dan/atau
emisi yang diizinkan untuk dibuang ke media lingkungan hidup antarpenanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “pembayaran jasa
lingkungan hidup” adalah pembayaran/imbal yang diberikan oleh pemanfaat jasa
lingkungan hidup kepada penyedia jasa lingkungan hidup.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asuransi
lingkungan hidup” adalah asuransi yang memberikan perlindungan pada saat
terjadi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “sistem label
ramah lingkungan hidup” adalah pemberian tanda atau label kepada produk-produk
yang ramah lingkungan hidup.
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kriteria kinerja perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup meliputi, antara lain, kinerja mempertahankan
kawasan koservasi dan penurunan tingkat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “analisis risiko
lingkungan” adalah prosedur yang antara lain digunakan untuk mengkaji pelepasan
dan peredaran produk rekayasa genetik dan pembersihan (clean up)
limbah B3.
Ayat (2)
Huruf a
Dalam ketentuan ini “pengkajian
risiko” meliputi seluruh proses mulai dari identifikasi bahaya, penaksiran
besarnya konsekuensi atau akibat, dan penaksiran kemungkinan munculnya dampak
yang tidak diinginkan, baik terhadap keamanan dan kesehatan manusia maupun
lingkungan hidup.
Huruf b
Dalam ketentuan ini “pengelolaan
risiko” meliputi evaluasi risiko atau seleksi risiko yang memerlukan
pengelolaan, identifikasi pilihan pengelolaan risiko, pemilihan tindakan untuk
pengelolaan, dan pengimplementasian tindakan yang dipilih.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “komunikasi
risiko” adalah proses interaktif dari pertukaran informasi dan pendapat di
antara individu, kelompok, dan institusi yang berkenaan dengan risiko.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”remediasi”
adalah upaya pemulihan pencemaran lingkungan hidup untuk memperbaiki mutu
lingkungan hidup.
Huruf c
Yang dimaksud dengan ”rehabilitasi”
adalah upaya pemulihan untuk mengembalikan nilai, fungsi, dan manfaat
lingkungan hidup termasuk upaya pencegahan kerusakan lahan, memberikan perlindungan,
dan memperbaiki ekosistem.
Huruf d
Yang dimaksud dengan ”restorasi”
adalah upaya pemulihan untuk menjadikan lingkungan hidup atau bagian-bagiannya
berfungsi kembali sebagaimana semula.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pemeliharaan
lingkungan hidup” adalah upaya yang dilakukan untuk menjaga pelestarian fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya penurunan atau kerusakan lingkungan
hidup yang disebabkan oleh perbuatan manusia.
Huruf a
Konservasi sumber daya alam meliputi,
antara lain, konservasi sumber daya air, ekosistem hutan, ekosistem pesisir dan
laut, energi, ekosistem lahan gambut, dan ekosistem karst.
Huruf b
Pencadangan sumber daya alam meliputi
sumber daya alam yang dapat dikelola dalam jangka panjang dan waktu tertentu
sesuai dengan kebutuhan.
Untuk melaksanakan pencadangan sumber
daya alam, Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota dan
perseorangan dapat membangun:
a.
taman
keanekaragaman hayati di luar kawasan hutan;
b.
ruang terbuka hijau (RTH) paling
sedikit 30% dari luasan pulau/kepulauan; dan/atau
c.
menanam dan memelihara pohon di luar
kawasan hutan, khususnya tanaman langka.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”pengawetan
sumber daya alam” adalah upaya untuk menjaga keutuhan dan keaslian sumber daya
alam beserta ekosistemnya.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ”mitigasi
perubahan iklim” adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam upaya
menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca sebagai bentuk upaya penanggulangan
dampak perubahan iklim.
Yang dimaksud dengan ”adaptasi
perubahan iklim” adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dalam
menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim, termasuk keragaman iklim dan
kejadian iklim ekstrim sehingga potensi kerusakan akibat perubahan iklim
berkurang, peluang yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan,
dan konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklim dapat diatasi.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 55
Ayat (1)
Kewajiban untuk melakukan pengelolaan
B3 merupakan upaya untuk mengurangi terjadinya kemungkinan risiko terhadap
lingkungan hidup yang berupa terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup, mengingat B3 mempunyai potensi yang cukup besar untuk
menimbulkan dampak negatif.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 56
Ayat (1)
Pengelolaan limbah B3 merupakan
rangkaian kegiatan yang mencakup pengurangan, penyimpanan, pengumpulan,
pengangkutan, pemanfaatan, dan/atau pengolahan, termasuk penimbunan limbah B3.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pihak lain
adalah badan usaha yang melakukan pengelolaan limbah B3 dan telah mendapatkan
izin.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Ayat (1)
Sistem informasi lingkungan hidup
memuat, antara lain, keragaman karakter ekologis, sebaran penduduk, sebaran
potensi sumber daya alam, dan kearifan lokal.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Hak atas informasi lingkungan hidup
merupakan suatu konsekuensi logis dari hak berperan dalam pengelolaan
lingkungan hidup yang berlandaskan pada asas keterbukaan. Hak atas informasi
lingkungan hidup akan meningkatkan nilai dan efektivitas peran serta dalam pengelolaan
lingkungan hidup, di samping akan membuka peluang bagi masyarakat untuk
mengaktualisasikan haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Informasi
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat berupa data,
keterangan, atau informasi lain yang berkenaan dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang menurut sifat dan tujuannya memang terbuka
untuk diketahui masyarakat, seperti dokumen analisis mengenai dampak lingkungan
hidup, laporan, dan evaluasi hasil pemantauan lingkungan hidup, baik pemantauan
penaatan maupun pemantauan perubahan kualitas lingkungan hidup dan rencana tata
ruang.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Ketentuan ini dimaksudkan untuk
melindungi korban dan/atau pelapor yang menempuh cara hukum akibat pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Perlindungan ini dimaksudkan untuk
mencegah tindakan pembalasan dari terlapor melalui pemidanaan dan/atau gugatan
perdata dengan tetap memperhatikan kemandirian peradilan.
Pasal 64
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
B3
yang dilarang dalam ketentuan ini, antara lain, DDT, PCBs, dan dieldrin.
Huruf c
Larangan
dalam ketentuan ini dikecualikan bagi yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
Huruf d
Yang dilarang dalam huruf ini
termasuk impor.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kearifan lokal yang dimaksud dalam
ketentuan ini adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal 2
hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan
dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah
sekelilingnya.
Pasal 65
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pemberian
saran dan pendapat dalam ketentuan ini termasuk dalam penyusunan KLHS dan
amdal.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “ancaman yang
sangat serius” adalah suatu keadaan yang berpotensi sangat membahayakan
keselamatan dan kesehatan banyak orang sehingga penanganannya tidak dapat
ditunda.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup Jelas.
Pasal 84
Ayat (1)
Ketentuan dalam ayat ini merupakan
realisasi asas yang ada dalam hukum lingkungan hidup yang disebut asas pencemar
membayar. Selain diharuskan membayar ganti rugi, pencemar dan/atau perusak
lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan hukum
tertentu, misalnya perintah untuk:
a. memasang atau memperbaiki unit pengolahan
limbah sehingga limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang
ditentukan;
b.
memulihkan
fungsi lingkungan hidup; dan/atau
c.
menghilangkan atau memusnahkan
penyebab timbulnya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pembebanan pembayaran uang paksa atas
setiap hari keterlambatan pelaksanaan perintah pengadilan untuk melaksanakan
tindakan tertentu adalah demi pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 85
Yang dimaksud dengan “bertanggung
jawab mutlak” atau strict liability adalah unsur kesalahan tidak
perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti
rugi. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang
perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat
dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini
dapat ditetapkan sampai batas tertentu.
Yang dimaksud dengan “sampai batas
waktu tertentu” adalah jika menurut penetapan peraturan perundang-undangan
ditentukan keharusan asuransi bagi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan
atau telah tersedia dana lingkungan hidup.
Pasal 86
Cukup Jelas.
Pasal 87
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kerugian lingkungan
hidup” adalah kerugian yang timbul akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang bukan merupakan hak milik privat.
Tindakan tertentu merupakan tindakan
pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan serta pemulihan
fungsi lingkungan hidup guna menjamin tidak akan terjadi atau terulangnya
dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup Jelas
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan koordinasi
adalah tindakan berkonsultasi guna mendapatkan bantuan personil, sarana, dan
prasarana yang dibutuhkan dalam penyidikan.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas
Pasal 95
Cukup jelas
Pasal 96
Cukup jelas
Pasal 97
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN
PADANG LAWAS NOMOR 03
Tidak ada komentar:
Posting Komentar